Pages

Thursday, May 13, 2010 at 12:29 AM Posted by ikhwan sesat 0 Comments

Belakangan ini sering kita melihat di TV, bentrokan-bentrokan yang terjadi antar mahasiswa, mahasiswa dengan polisi, bahkan mahasiswa dengan masyarakat. Apakah ini cerminan mahasiswa Indonesia sekarang ini? Saling berkelahi layaknya preman pasar, berbuat anarkis dan pengrusakan. Tentu saja kita setuju untuk menjawab bahwa itu bukan cerminan mahasiswa Indonesia, itulah segelintir manusia yang saling mementingkan egonya semata. Lalu seperti apakah mahasiswa Indonesia sekarang dan apa kontribusi mereka bagi bangsa Indonesia ini?
Dalam Tri Darma perguruan tinggi kita pasti sudah sama-sama tahu bahwa salah satu isinya adalah “Pengabdian Masyarakat”. Tapi apakah itu hanya frase yang cuma terdapat dalam bentuk lisan dan tulisan saja tanpa adanya tindakan nyata yang menyertainya.
Seharusnya dengan adanya suatu perguruan tinggi di suatu wilayah, dengan datangnya orang-orang pilihan dari seluruh Indonesia untuk menuntut ilmu di perguruan tinggi tersebut, paling tidak masyarakat yang tinggal di sekitar perguruan tinggi akan memperoleh manfaatnya, baik dari segi ekonomi, sosial, dan sebagainya. Tapi yang sekarang nampak, masyarakat hanya memperoleh manfaat dari segi ekonomi saja, misalnya dengan bisnis menyewakan tempat kos, rumah makan, warnet, laundry, fotocopy, dan lainnya. Itupun hanya segelintir orang saja yang bisa memperoleh manfaat itu, hanya orang yang mempunyai modal yang bisa memulai bisnis itu. Sedangkan untuk mereka yang tidak mampu, hanya bisa bekerja dengan memungut botol minuman bekas dan kertas bekas, bahkan ada yang menjadi peminta-minta.
Seharusnya kita ingat bahwa biaya operasional perguruan tinggi berasal dari pajak yang dibayar masyarakat. Apalagi kita sebagai mahasiswa perguruan tinggi kedinasan yang katanya tidak membayar uang perkuliahan sama sekali alias gratis. Sebaiknya pola pikir seperti ini harus kita buang jauh-jauh. Biaya kuliah tidak gratis, kita dibiayai oleh masyarakat, kita dibiayai dari pajak-pajak yang mereka bayarkan. Lalu apa yang kita perbuat untuk membalas budi mereka yang telah membiayai kuliah kita? Kontribusi apa yang bisa kita berikan?
Kontribusi kita tidak perlu besar-besar, tidak perlu muluk-muluk. Kita hanya perlu melakukan hal yang sederhana namun berkelanjutan. Seperti kata pepatah “sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit”. Hal yang kelihatan sederhana, namun kita kerjakan dengan ikhlas dan berkelanjutan bisa saja menghasilkan manfaat yang besar. Contoh kecil saja, kita bisa mengajar anak-anak jalanan yang tidak mampu, kita bisa mengajari mereka baca tulis atau mengaji. Kita juga bisa mengajarkan ketrampilan kepada ibu-ibu yang kurang mampu agar mereka bisa mempunyai ketrampilan khusus sehingga dapat menambah penghasilan keluarga. Tapi apakah kita sudah bisa melakukan hal ini? Cobalah lebih peka sedikit, di sekitar kampus kita ada lingkungan pemulung yang membutuhkan kontribusi kita. Apakah kita siap untuk membantu mereka?
Kita sebagai mahasiswa tidak hanya memerlukan kemampuan dalam bidang akademis saja, kita juga butuh mengasah soft skill kita. Dengan mengajar anak-anak jalanan atau melatih ketrampilan pada ibu-ibu paling tidak kita bisa lebih mengenal mereka, mempertajam kepekaan sosial kita, bahkan kita bisa menyalurkan minat, bakat, dan hobi kita. Selain itu kita juga bisa belajar tentang makna kehidupan dari sudut pandang mereka.
Dua buah kata dalam Tri Darma perguruan tinggi yaitu “Pengabdian Masyarakat” seharusnya bisa kita pegang dan kita amalkan, tidak sekedar hanya sebagai slogan. Di internet pernah ada sebuah artikel yang menceritakan tentang kontribusi mahasiswa sebuah perguruan tinggi membantu masyarakat yang tinggal di sekitar kampus untuk menyuplai air bersih bagi mereka. Sebelumnya masyarakat sangat kesulitan untuk mencari air bersih, namun sekelompok mahasiswa, dengan ilmu ynag mereka dapat dari bangku kuliah menciptakan teknologi yang mampu menyaring air keruh menjadi air bersih dan layak pakai. Inilah contoh nyata yang patut kita tiru, walaupun mungkin mereka cuma bisa membantu masyarakat satu RT, tapi mereka melakukan tindakan nyata.
Kembali kepada persoalan anarkisme yang dilakukan mahasiswa. Kita tidak bisa langsung meghakimi dan menyalahkan mereka begitu saja. Sebagai seorang remaja yang belum matang dalam hal berpikir dan bertindak, tentu banyak hal yang bisa terjadi. Emosi yang meluap-luap, rasa ingin menang sendiri, rasa bahwa drinya yang paling benar. Tentu saja bisa mengakibatkan perkelahian, bentrokan, sampai tindakan pengrusakan. Alangkah baiknya kalau mulai dari diri kita masing-masing mulai melatih pengendalian diri agar tenaga, waktu, dan pikiran kita tidak terbuang percuma untuk melakukan hal-hal yang negatif.
Di sisi lain, kita tidak bisa memungkiri bahwa dinamika kehidupan bangsa Indonesia tidak lepas dari campur tangan mahsiswa. Mulai dari zaman penjajahan sampai bangsa Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya, tokoh-tokoh pemuda masa itu yang sebagian adalah mahasiswa mengambil peranan yang sangat vital. Mereka adalah para pendiri bangsa ini, sebut saja Ir. Soekarno dan Moh. Hatta.
Di tahun 1966 saat Orde Lama tumbang, hal itu juga karena peran mahasiswa melalui Tritura. Saat itu mahasiswa begitu gencarnya menentang pemerintah yang dinilai banyak sekali melakukan penyelewengan dengan melakukan aksi turun ke jalan ataupun protes melalui tulisan-tulisan di surat kabar. Mereka bak pahlawan yang membela rakyat kecil tanpa pamrih. Perjuangan mereka tidak sia-sia, akhirnya Orde Lama dapat digulingkan dan berdirilah rezim baru yaitu Orde Baru.
Pada saat Orde Baru, peran mahasiswa dirasa sangat kurang, mereka seperti dibungkam. Akan tetapi, pada tahun 1998, mahasiswa kembali menunjukkan kekuatannya dengan memprotes Orde Baru yang dinillai sangat otoriter. Mereka menuntut adanya reformasi, dan puncaknya tanggal 21 Mei 1998, Soeharto mundur dari jabatannya sebagai presiden karena desakan dari mahasiswa.
Momentum-mommentum penting dalam sejarah bangsa Indonesia tidak pernah lepas dari kehidupan mahasiswa. Dua kali pemerintahan lengser karena desakan dari mahasiswa. Mengutip dari pernyataan salah satu aktifis mahasiswa tahun 1960-an Soe Hok Gie, dia mengatakan bahwa mahasiswa adalah ibarat seorang koboi yang datang untuk memberantas kejahatan di sebuah kota dan akan langsung pergi menghilang setelah kejahatan itu telah hilang.
Andai saja seluruh mahasiswa di Indonesia bisa meresapi makna dari “Pengabdian Masyarakat” sepenuhnya, maka Indonesia bisa menjadi bangsa yang maju. Mahasiswa akan memberikan kontribusinya untuk bangsa Indonesia dengan caranya masing-masing, mereka yang suka berdemo akan melakukan demo ketika terjadi penyelewengan dalam pemerintahan tanpa anarkisme. Mereka yang ahli dalam suatu disiplin ilmu akan memberikan kontribusinya sesuai dengan kealiannya. Andai saja seratus mahasiswa-mahasiswa unggulan berkumpul dan membahas apa yang terjadi di negeri saat ini dan mencari solusinya. Misalnya saat harga BBM naik, mahasiswa teknik akan memberikan solusi berupa inovasi-inovasi untuk menghemat BBM atau bahkan menciptakan sumber energi baru pengganti BBM. Mahasiswa ekonomi akan menganalisis kebijakan apa yang perlu diambil untuk mengatasi hal ini. Begitu juga mahasiswa-mahasiswa yang lain, semuanya memberikan ide untuk mengatasi dampak naiknya harga BBM bagi masyarakat, akan terkumpul seratus ide. Andai saja itu bisa terjadi.
Untuk itu, sudah menjadi tugas kita bersama untuk berkontribusi pada bangsa ini melalui hal-hal kecil di sekitar kita. Kita akan mampu menjawab persoalan bangsa ini. Isi Tri Darma perguruan tinggi pun tidak hanya dalam bentuk lisan dan tulisan, tapi nyata dalam perbuatan, khususnya pada bagian “Pengabdian Masyarakat”. Di akhir tulisan ini saya kutip sebuah puisi dari Soe Hok Gie tentang sebuah harapan untuk dunia ini.
Saya mimpi tentang sebuah dunia,
Dimana ulama?buruh dan pemuda,
Bangkit dan berkata?Stop semua kemunafikan,
Stop semua pembunuhan atas nama apapun.

Dan para politisi di PBB,
Sibuk mengatur pengangkutan gandum, susu
dan beras,
buat anak-anak yang lapar di tiga benua,
dan lupa akan diplomasi.

Tak ada lagi ras benci pada siapa pun,
Agama apa pun, rasa apa pun, dan bangsa
apa pun
Dan melupakan perang dan kebencian,
Dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia
yang lebih baik.

Tuhan ? Saya mimpi tentang dunia tadi,
Yang tak pernah akan datang.

-Soe Hok-gie


0 Responses so far.

Post a Comment

rss
email
twitter
facebook